Ini mengisyaratkan apa yang dilakukan sebagai persiapan rohani ini sebenarnya adalah pola umum tasawuf. Dalam kata kunci sederhana, pola umum tasawuf adalah: bersih, sederhana dan mengabdi. Korelasinya tentunya kita jangan dilalaikan soal kebersihan perongkosan haji kita. Dalam suatu riwayat disebutkan, Nabi pernah mengatakan, orang yang memanggil-manggil Allah dengan kalimat talbiyah, kalau berangkatnya dengan biaya yang tidak bersih, maka doa dan ibadahnya tidak diterima (HR. Muslim).
Pada dasarnya semua ibadah membina manusia hidup bersih, dalam tingkatan berbeda-beda. Tingkatan pembersihan melalui ibadah yang tertinggi, pada penunaian haji. Sehingga sampai dikatakan, barangsiapa berhaji dengan memenuhi semua syaratnya, ia ibarat polos dan sucinya bayi, tak ternoda. Sebuah hasil yang luar biasa dibanding pelaksanaan ibadah lainnya. Rangkaian ritual haji sendiri merupakan wujud tahap-tahap pembersihan diri.
Penunaian ibadah haji memang berat, sehingga dampak yang diperoleh seorang hamba yang menunaikan ibadah haji juga sebanding. Ini karena pembersihan diri seorang hamba melalui haji begitu tinggi tingkatannya. Pada galibnya, berhaji adalah bagian dari mewujudkan pola hidup bersih. Sebagai penegasan, kita simak bagaimana harta yang kita dapatkan untuk berhaji, bagaimana hubungan kita dengan Allah sebelum berhaji, dan bagaimana ketika melafazkan niat berhaji. Hartanya bersih, hubungan dengan Allah (dan sesama) juga bersih, dan niatnya lillahi-ta’ala, tulus mengabdi kepada Allah.
Maka kalau seluruh rangkaian ibadah ini kita jalani dengan harapan mencapai mabrur, ini artinya berhaji adalah ikhtiar menempa kita menjadi orang baik, patuh kepada Allah, dan terkendali seluruh perilaku kita dengan petunjuk-petunjuk agama. Sebaliknya kita yang berhaji benar-benar menghayati semua manasik yang kita lakukan, mulai ihram, thawaf, sa’i, wukuf dan Arafah, mabit di Mina, sampai rampung semua ritual haji ini. Yang bisa secara visual kita saksikan, soal pengorbanan. Entah itu namanya fidyah, ataupun kurban, semua harus dihayati, terutama memaknainya sebagai upaya persiapan jangka panjang. Bahwa hidup ini tidak bisa tanpa pengorbanan.
Dalam konteks pengorbanan langsung, jangka pendek, tetapi ada juga yang menyangkut pengorbanan jangka panjang. Yakni sesuatu capaian, terutama apa yang diharapkan berhaji. Penghayatan manasik, Insya Allah akan mendorong berkembangnya keimanan dalam diri kita, terutama wujud keimanan dalam diri kita, terutama wujud keimanan yang paling ditekankan dalam haji atau tauhid, mengesakan Allah. Wujud kebersihan akidah adalah jika tauhid berkembang dalam diri kita.
Setidaknya kita berharap, bahwa setiap ibadah yang kita lakukan (khususnya pelaksanaan haji) yang berspritualitas tinggi ini, mampu mengimplikasikan serta membawa manifestasi takwa pada diri kita, yang memiliki korelasi hablum minallohi yang baik dan hablum minannas yang harmonis. Tentunya hal ini, akan terwujud bila diiringi dengan niat yang suci.