Ditulis oleh: Dr. Ali Sati, M.Ag | Dosen UIN Syahada Padangsidimpuan
Pendahuluan
Dalam Islam, sedekah memiliki banyak keutamaan. Oleh karena itu, sedekah sangat dianjurkan. Bahkan, sedekah ada yang bersifat wajib untuk dilaksanakan, seperti zakat. Sedekah yang berasal dari bahasa Arab (shadaqah) yang berarti berbuat baik (ihsân, charity, alms/ Qâmûs Ilyâs al-Jâmi’iy, hlm. 376). Dalam istilah pemakaian kata sedekah memiliki beberapa pemaknaan, yaitu:
- Materi atau non-materi yang dikeluarkan dengan tujuan kebaikan atau kemaslahatan umum, tidak hanya terbatas pada memberikan harta atau uang, tetapi bisa juga berupa waktu atau kesempatan, tenaga atau keahlian
- Ibadah yang tidak akan mengurangi harta
- Prinsif keadilan social dalam, di mana yang kaya membantu yang miskin
Dari beberapa pemaknaan di atas, sedekah yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah ibadah yang tidak akan mengurangi harta untuk kemaslahatan umum. Terkait dengan sedekah ini dikatakan, bahwa membuang penyakit (imâthatul adzâ) yang sudah popular diartikan “membuang duri” dari jalan adalah sedekah (Shahîh al-Bukhâriy, Juz’ IX, hlm.142). Dalam hadis lain dikatakan, bahwa sebagai sedekah, imâthatul adzâ ini erat sekali kaitannya dengan keimanan. Di mana Nabi Saw. mengatakan bahwa Iman ada sekitar 60 cabang, yang paling utama adalah ucapan: “Tiada Tuhan selain Allah” (lâ ilâha illallâh). Kemudian yang paling rendahnya adalah membuang penyakit dari jalan (imâthatul adzâ). Bahkan, rasa malu (al-hayâ’) merupakan satu cabang dari keimanan (Shahîh Muslim, Juz’ I, hlm. 63).
عَنْ أَبي هُرَيرةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( كُلُّ سُلامَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقةٌ ، كُلَّ يَوْمٍ تَطلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ : تَعدِلُ بَينَ الاِثْنَيْنِ صَدَقَةٌ ، وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ، فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا ، أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقةٌ ، والكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقةٌ ، وبِكُلِّ خُطْوَةٍ تَمشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقةٌ ، وتُمِيْطُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ )) . رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bersedakah setiap harinya mulai matahari terbit. Memisahkan (menyelesaikan perkara) antara dua orang (yang berselisih) adalah sedekah. Menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah. Berkata yang baik juga termasuk sedekah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk menunaikan shalat adalah sedekah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Memperhatikan kalimat imâthatul adzâ yang secara tekstual berarti membuang penyakit adalah sulit diterima secara logika. Karena, bagaimana mungkin ada penyakit tercecer di jalanan, sementara penyakit bukanlah sesuatu yang bisa dilihat secara kasat mata. Oleh karena itu, pemaknaan imâthatul adzâ perlu didalami lebih jauh. Kata “imâthah” merupakan ism al-mashdar dari أماط – يميط yang berarti menjauhkan (أبعد/ al-Munjid…, hlm. 781). Sedangkan kata “al-adzâ” adalah ism al-mashdar dari أذي – يأذي yang berarti mengalami sakit atau kena sumpah (injure, luka/ Kamus Ilyâs al-Jâmi’, hlm. 17).
Dengan demikian, maka penggabungan kata imâthatul adzâ dalam hadis Nabi Saw. tersebut bukan dimaknai secara tekstual, tetapi harus dimaknai dengan pendekatan sebab akibat (hukum causalitas). Artinya, dikatakan sesuatu yang menjadi akibat (adzâ, penyakit), sementara yang dimaksud adalah penyebab (min athlâq al-musabbab wa irâdat al-sabab). Menariknya, bahwa menyingkirkan penyebab tadi dikatakan Nabi Saw. dalam hadis tersebut dari jalan (‘an al-tharîq). Sebagaimana diketahui, bahwa jalan merupakan sarana tempat di mana orang banyak akan berlalu-lalang. Dengan demikian, jalan mendapat perhatian khusus bagi Nabi sebagai pembawa ajaran agama yang lurus.
Jadi, yang dimaksud dengan sedekah yang paling rendah (adnâ al-shadaqah) dalam hadis tersebut adalah menyingkirkan atau membuang jauh hal-hal yang bisa mengakibatkan penderitaan terhadap orang-orang yang berlalu lalang di tempat mana mereka lewat. Krikil kecil merupakan duri yang dianggap sepele tidak menutup kemungkinan terjadinya malapetaka besar ketika tergilas oleh kenderaan lain yang menyebabkan krikil tersebut terpelanting dan mengenai pengendera lain, sehingga tabrakan beruntun tidak terkendalikan. Demikian sekelumit contoh akibat kelalaian menyingkirkan penyebab penyakit yang sangat sederhana dan nilainya sebagai sedekah paling rendah, namun bisa mengakibatkan penderitaan yang berkepanjangan. Sebagai pengembangan dari duri yang dapat membuat orang yang lalu lalang di jalanan terhalang atau terganggu termasuk pengendera kenderaan roda dua maupun di atas itu yang ugal-ugalan mengendalikan kenderaannya.