Klasifikasi Sanksi Pidana Anak
Sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan hukum mulai tahap penyidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani proses pidana yang berdasarkan perlindungan, keadilan, non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, proporsional, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir dan penghindaran balasan (vide Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.Penjatuhan hukuman terhadap anak yang berkonflik hukum dapat dikenakan pidana dan tindakan, dan anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Bahwa terhadap anak yang berkonflik hukum yang belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan bukan pemidanaan, yang meliputi pengembalian kepada orang tua, penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, dan perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS), kewajiban mengikuti pendidikan formal dan atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta dan pencabutan Surat Ijin Mengemudi, dan perbaikan akibat tindak pidananya.
Sedangkan anak yang sudah berusia 14 tahun ke atas tersebut dapat saja dijatuhi pidana dengan macam-macam pidana sebagaimana dalam Pasal 71 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yakni sebagai berikut:
- Pidana pokok yang terdiri dari a. pidana peringatan; b. pidana bersyarat (pembinaan lembaga, pelayanan masyarakat, pengawasan);c. pelatihan kerja; d.pembinaan dalam lembaga dan penjara;
- Pidana tambahan berupa perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, pemenuhan kewajiban adat.
Apabila dalam hukum materil seorang anak yang berkonflik hukum diancam pidana kumulatif berupa pidana penjara dan denda, maka pidana denda diganti denan pelatihan kerja paling singkat 3 bulan dan paling lama 1 tahunPidana pembatasan kebebasan yang dijatuhkan terhadap anak paling lama ½ dari maksimun pidana penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa (Pasal 79 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak), sedangkan terhadap ketentuan minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap anak (Pasal 79 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). Penahanan terhadap anak yang berkonflik hukum ditempatkan pada Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS), sedangkan tempat anak menjalani masa pidananya ditempatkan pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Kemudian terhadap tempat anak mendapatkan pelayanan sosial berada pada Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS).
Anak dalam Sistem Pidana di Indonesia
Anak sebagai makhluk sosial juga dapat berpotensi melakukan tindak pidana. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat ataupun bagi masa depannya sendiri (Prasetyo, 2020). Pidana pokok bagi Anak terdiri atas: Pidana peringatan; pidana dengan syarat pembinaan di luar Lembaga, pelayanan masyarakat atau pengawasan; pelatihan kerja pembinaan dalam Lembaga; dan penjara. Persinggungan anak dengan sistem peradilan pidana merupakan titik permulaan anak berhadapan dengan hukum. Salah satu upaya pencegahan dan penanggulangan anak yang berhadapan dengan hukum yaitu melalui regulasi sistem peradilan pidana anak (Junenile Justice System) (Fikri, 2020). Indonesia wajib memberikan perlakuan khusus terhadap anak utamanya dalam Pasal 28B ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi” lebih lanjut dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak atau yang akan disebut dalam penelitian ini sebagai UU SPPA mendefinisikan tentang Anak yang berhadapan dengan hukum menjadi tiga kategori yaitu anak yang berkonflik denganhukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. UU SPPA juga menjelaskan perbedaan definisi kategori anak yang berhadapan dengan hukum.
Pertama, Anak yang Berkonflik dengan Hukum ialah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun namun belum berusia 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Kedua, kategori anak yang menjadi korban tindak pidana yaitu anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan atau kerugian ekonomi yang disebabkan karena tindak pidana yang dialaminya. Ketiga, kategori anak menjadi saksi tindak pidana yaitu anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat atau bahkan dialami oleh dirinya sendiri. Pasca diundangkannya UU Pemasyarakatan pada tanggal 3 Agustus tahun 2022 yang sekaligus mencabut UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan bahwa Indonesia mengenal perubahan penyebutan baru yaitu Anak Binaan. Anak Binaan adalah seorang anak yang berumur 14 (empat belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang sedang menjalani pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).